Download Ebook Mahabrata - Nyoman S. Pendit
"Kakek
yang kuhormati, aku tahu aku ini anak Dewi Kunti, bukan anak sais kereta.
Tetapi, aku berutang budi kepada Duryodhana, aku hidup dan makan dari hasil
bumi milik Kaurawa. Aku harus jujur kepadanya dan menepati janjiku sebagai
kesatria. Tidak mungkin bagiku untuk menyeberang ke pihak Pandawa sekarang.
Ijinkan aku membalas jasa Duryodhana dengan jiwaku. Ijinkan aku melunasi
utangku terhadap kepercayaan dan cintanya kepadaku. Engkau pasti memahami ini
dan memaafkan aku. Aku mohon restumu," kata Karna kepada Bhisma.
Bhisma
memahami jiwa besar dan keluhuran budi Karna. Ia membenarkan apa yang diucapkan
Karna dan berkata, "Jika memang demikian ketetapan hatimu, lakukan
sebaik-baiknya. Sebab itulah yang paling pantas kaulakukan."
Itulah
sikap yang diambil Karna sebelum maju ke padang Kurukshetra untuk melawan
Arjuna, adiknya seibu. Meski tahu Kaurawa berada di pihak yang salah, Karna
yang menjunjung tinggi nilai kesetiaan dan tahu membalas budi menyatakan
memihak Kaurawa yang telah mengangkatnya sebagai saudara dan membesarkan
namanya.
***
Buat
yang sempat terserang demam India tentu tau cuplikan dialog ini. Iyah, saya
juga terserang demam India dan sempat nge-fans berat dengan Shaheer Sheikh,
pemeran Arjuna di serial Mahabharata yang tayang di salah satu stasiun televisi
swasta. Walau begitu saya tidak
mengikuti serialnya karena sering ketinggalan. Makanya, begitu saya
melihat buku ini di jajaran rak toko buku Gramedia, saya langsung mengambil
buku ini tanpa pikir panjang. Hitung-hitung sebagai kompensasi karena saya
tidak mengikuti serialnya di televisi.
Novel
ini cukup lengkap menceritakan epos Mahabharata yang sejatinya adalah sebuah
karya sastra kuno India, mulai dari kisah para leluhur Pandawa dan Kaurawa
hingga perang Bharatayudha di medan Kurukshetra. Meski di beberapa bagian saya
merasa seperti ada blackhole di antara keseluruhan cerita, namun hal itu sama
sekali tidak menghilangkan benang merah yang menghubungkan keseluruhan cerita.
Epos
asli Mahabharata sendiri terdiri atas delapan belas kitab (dari wikipedia),
cukup panjang dan (mengutip kata udarian) butuh waktu bertahun-tahun untuk
menamatkannya. Jadi saya tidak masalah meski harus sedikit penasaran pada
beberapa bagian yang bolong-bolong. Seperti kisah Arjuna yang dikutuk menjadi
banci karena menolak cinta Urwasi atau kisah pernikahan Bhimasena dengan
raksasa Hidimbi.
Bagian
favorit saya adalah saat-saat Draupadi diseret ke persidangan oleh Duhsasana
setelah Yudhistira kalah bermain judi dadu.
"Draupadi
bangkit. Dengan perasaan sedih bercampur benci ia berlari mencari tempat
berlindung. Ia bersembunyi di dalam kamar Permaisuri Raja Dritarastra. Tetapi
Duhsasana mengejarnya, menyergapnya, dan menyeret Draupadi ke ruang permainan.
Setibanya di sana, sambil menekan perasaannya, Draupadi berkata kepada mereka
yang lebih tua, 'Bagaimana mungkin Tuan-Tuan membiarkan diriku dijadikan
taruhan oleh orang yang telah kalah berjudi? Bukankah penjudi adalah
manusia-manusia jahat yang ahli tipu-menipu? Karena suamiku sudah menjadi budak
gara-gara kalah berjudi, ia buka manusia bebas lagi dan karena itu ia tak
berhak mempertaruhkan aku.'" - halaman 133
Baca
novel historical (apalagi berdasarkan sastra kuno) emang bikin njelimet dan
pusing sendiri. Butuh waktu sekitar dua hari bagi saya untuk menyelesaikan novel
ini, terlalu banyak flashback, sumpah, dan kutuk. Kalau kata adek saya inti
cerita Mahabharata itu "semua saling sumpah, semua saling bunuh, semuanya
mati". Adek saya sarkasnya emang kebangetan.
Saya
bukan seorang Hindu, tapi saya menyukai keindahan sastra Hindu, terutama
Mahabharata dan Ramayana. Apalagi kedua kisah tersebut sudah menjadi bagian
budaya pewayangan Indonesia dan saya sendiri sudah sering mendengar
potongan-potongan kisahnya.
"Ibu,
aku berjanji tidak akan membunuh anak-anakmu yang lain, apa pun yang mereka
perbuat terhadap diriku. Wahai ibu para kesatria, anakmu takkan berkurang,
tetap lima. Salah satu dari kami, aku atau Arjuna, akan tetap hidup setelah
perang usai." - Karna kepada Dewi Kunti, halaman 260
0 Comments