Download Ebook Sastra Jendra Hayuningrat
Agama
bukanlah tujuan, melainkan jalan untuk mencapai kesadaran ketuhanan dan
spiritualitas. Menjadikan agama sebagai tujuan hanya akan melahirkan sikap
fanatisme keagamaan yang berlebihan, karena tersimpan pamrih berupa iming-iming
surga dan atau menghindari neraka. Menjadikan agama sebagai tujuan cenderung
bersifat destruktif, alih-alih sebagai rahmatan lil 'alamin.
Sebagai
jalan menuju kesadaran ketuhanan, agama menyediakan jalan (-jalan) bagi seorang
hamba [salik] untuk berdekat-dekatan dengan Tuhannya, Dzat Yang Maha Gaib.
Agama dalam hal ini lebih sebagai laku spiritual, menghayati kehidupan dengan
jiwa ketuhanan yang sepi ing pamrih, berpikir positif terhadap takdir Tuhan.
Laku spiritual ini hanya bisa dijalankan oleh jiwa-jiwa yang siap lahir-batin
menyerahkan hidupnya untuk menapaki jalan syari'at, thariqat, haqiqat, dan
ma'rifat.
Namun,
tidak selalu jalan menuju kesadaran ketuhanan dapat ditempuh melalui jalan
"positif" seperti pada umumnya. Di seberang sana, ada jalan
"negatif" yang justru tidak kalah mencengangkan, seperti yang
dilakoni oleh tokoh "Saya Sudrun" dalam novel ini. Jalan lain Saya
Sudrun, Kiai Sudrun, atau Sudrun Edan, adalah menapaki jalan menemukan Allah
Robbul 'Alamin dari Iblis, makhluk Tuhan yang divonis sesat dan terkutuk.
Bagaimana mungkin menemukan kebenaran Ilahiah dari Iblis? Jangan-jangan itu
adalah bisikan setan untuk menjerumuskannya menuju kesesatan?!
Karya
ini sangat menarik karena menghadirkan perspektif baru soal sikap keberagamaan
kita, dengan kemasan kisah yang menakjubkan. Di dalam tradisi sufisme dalam
pengertiannya yang luas prototipenya bisa dirujuk ke Sunan Giri dan Sunan
Kalijaga, hingga ke ajaran tasawuf Ibn 'Arabi, novel ini mengisahkan jalan
ke-salik-an Saya Sudrun dalam menemukan kebenaran Ilahiah, pengembaraan
batiniah, menjalani kehidupan dengan beragam karakter manusia lintas-agama dan
lintas-aliran, memungut hakikat cinta sejati dari orang-orang yang dijumpainya.
Saya
Sudrun bukanlah manusia yang serba tahu, suci, dan terbebas dari dosa. Karena
ke-sudrun-annya, yang berbeda dari manusia pada umumnya, Saya Sudrun
dianugerahi kemampuan berkomunikasi dengan apa yang digambarkannya sebagai
Kilatan Cahaya Petir. Dari kilatan cahaya yang aneh dan misterius itulah, Saya
Sudrun memperolah pencerahan tentang hakikat ajaran Sastra Jendra Hayuningrat
Pangruwating Diyu.
0 Comments