Download Ebook Menalar Tuhan ~ Franz Magnis Suseno
Menalar Tuhan, itulah yang sejak
permulaannya menjadi obsesi filsafat. Menggapai Tuhan melalui pikiran menjadi
hasrat filsafat sampai 200 tahun lalu. Di permulaan abad ke-21, pertanyaan
tentang Tuhan masih tetap berada di pusat pemikiran para filosof. Kemudian, di
panggung filsafat muncul paham ateisme di mana Tuhan berada di luar batas-batas
wacana rasional. Situasi ini menghadapkan manusia inteletktual yang tetap
percaya pada Tuhan dengan pertanyaan: apakah imannya lebih dari sekedar warisan
indah tradisi-tradisi yang sudah berumur ribuan tahun? Apakah ia dapat
mempertanggungjawabkan kepercayaan pada Allah secara rasional? Apakah masuk
akal masih percaya kepada Tuhan?
Buku ini ditulis oleh seorang guru besar
filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Franz Magnis Suseno, sebagai
seorang yang beragama, mencoba meluruskan nilai dan jalan kita melihat ketuhanan secara lebih terang
benderang dengan runtutan-runtutan pemikiran yang lebih terarah dan tidak
terkesan subjektif. Buku ini – yang berkembang dari kuliah-kuliah ketuhanan
yang diberikannya di kampus, dimaksudkan untuk
mengsingkroniskan pertanyaan tentang: apakah orang yang ingin berpikir
jujur dan berkeyakinan humanis masih dapat percaya kepada tuhan?
Barangkali orang mengatakan bahwa
pertanyaan ini di Indonesia tidak mendesak. Di Indonesia orang berkesan masih
kental beragama. Kesannya, masalah di Indonesia bukan kekurangan, melainkan
kelebihan-kelebihan ketuhanan. Tak ada hari dimana media tidak membawa berita
yang berkaitan dengan agama dan orang-orang
berketuhanan. Di Indonesia, yang menjadi masalah bukan ketuhanan,
melainkan bagaimana ketuhanan dapat dihayati dengan cara yang tidak
bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Buku ini terbagi dalam delapan bab, bab
pertama, sebagai bab pendahuluan, bertanya untuk apa dan bagaimana Tuhan perlu
dinalar. Dalam bab kedua kita melihat betapa majemuk pengahayatan ketuhanan
dalam umat manusia. Bab ini mau membantu agar kita tidak sempit mengira seluruh
umat manusia mengahayati ketuhanan seperti kita sendiri. Bab ketiga
menggariskan perubahan-perubahan mendalam dalam pengertian diri manusia di
ambang modernitas dan apa dampaknya pada pengertian tentang ketuhanan. Dalam
bab ke-empat buku ini membicarakan secara kritis lima tokoh ateisme modern
paling berpengaruh: Feurbach, Marx, Freud, Nietzsche, dan Sartre. Salah satunya
Nietzsche yang dengan lantangnya mengatakan “Allah telah mati!… dan kamilah
yang membunuhnya!… Tak ada tindakan lebih agung” (hal 76). Bab lima membahas
apa yang oleh Magnis Suseno anggap sebagai tantangan terbesar terhadap
penalaran tentang Tuhan, yaitu agnostisisme, anggapan – yang bertolak dari
epistemologi Immanuel Kant – bahwa tentang Tuhan kita tidak dapat mengetahui
sesuatu, jadi bahwa filsafat harus diam tentang Tuhan. Pembahasan ateisme dan
agnostisme membuka jalan untuk bertanya secara positif: dapatkah nalar
menemukan petunjuk-petunjuk tentang
adanya Tuhan? Bab enam membicarakan tiga “jalan ke Tuhan” yang sudah “klasik”,
argumen ontologis, argumen kosmologis dan argumen teologis. Jalan-jalan in mau
menunjukan bahwa apa yang kita temukan di alam pengalaman, tidak dapat
dijelaskan kalau tidak ada Tuhan. Kita akan melihat bahwa, meskipun tiga jalan
ini memang menunjuk pada Tuhan, tetapi juga mempunyai kelemahan-kelemahan
serius. Di bab tujuh Magnis Suseno
mengikuti cara yang berbeda. Ia tidak lagi menarik kesimpulan dari realitas
duniawi ke Tuhan, melainkan mencoba menunjukan, degan bertolak dari empat
penghayatan, bahwa manusia, dalam pengalamannya dengan dunia, selalu sudah
bersentuhan dengan Tuhan dan bahwa dalam arti ini – para filosof menyebutnya trasendental
– manusia mempunyai pengalaman tentang Tuhan, meskipun sebagai latar belakang
dan bukan sebagai objek. Di antara empat penghayatan ini yang akan kelihatan
bersentuhan dengan Tuhan dengan paling mengesankan adalah hati nurani. Dalam
bab delapan buku ini membahas hubungan antara Tuhan dan dunia. Di antaranya
dibahas masalah bahasa tentang Tuhan, penciptaan dan pertanyaan apakah
kemahakuasaaan Tuhan masih mengizinkan ruang bagi kebebasan manusia. Sebagai
bahasan akhir, Magnis Suseno mengangkat masalah yang sejak lama dianggap
masalah filsafar ketuhanan paling berat, yaitu bagaimana, kalau ada Allah yang
mahatahu, mahakuasa dan mahabaik, bisa ada sedemikian banyak kejahatan dan
penderitaan di dunia.
Buku ini ditulis bagi mereka yang percaya
kepada Tuhan dan juga bagi mereka yang tidak lagi percaya kepada Tuhan, yang
percaya tentunya akan bertambah keimanannya, dan yang masih atheis atau agnotis
(meragukan tuhan) tentunya bisa merasakan sensasi fatasi untuk mempercayai
tuhan walaupun dengan afirmasi kata-kata. Dalam kejujuran intelektual buku ini
ingin ingin mendalami pertanyaan tentang dasar-dasar rasional kepercayaan akan
Tuhan. Buku ini bukan mengenai agama, melainkan mengenai Tuhan, ya Allah bagi
mereka yang percaya pada satu Tuhan mewahyukan diri
0 Comments